Skip to main content
Artikel

SIKAP YANG MENENTUKAN KEBERHASILAN

Dibaca: 46 Oleh 03 Jun 2022Tidak ada komentar
berita dan artikel 1
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

SIKAP YANG MENENTUKAN KEBERHASILAN

Oleh Efrar Khalid Hanas, S.Psi

Penyuluh Narkoba Ahli Pertama

SIKAP YANG MENENTUKAN KEBERHASILAN

Wayne Cordeiro, dalam bukunya menulis kisah yang unik sebagai berikut: Special Olympics adalah sebuah organisasi yang mendorong anak-anak berkebutuhan khusus agar mampu berprestasi gemilang dimasyarakat. Itu sebabnya, kebanyakan anggotanya adalah mereka yang memiliki cacat jasmani dan mental. Namun suatu kejadian unik terjadi ketika dilaksanakan lomba lari jarak pendek untuk mereka.

Anak-anak cacat yang berusia 8-12 tahun sudah siap untuk berlari dengan penuh semangat lengkap dengan seragam mereka masing-masing. Sementara itu di tribun penonton, orang tua mereka, kerabat, dan penonton lainnya hiruk-pikuk menyaksikan pertandingan spektakuler tersebut. Ketika pistol juri ditembakkan ke udara, maka melesatlah mereka menuju garis finis. Anak-anak yang cacat jasmani langsung mendorong kursi rodanya untuk melaju secepat mungkin, sementara itu mereka yang menderita down syndrome (sindrom mongolia) berlari dengan tongkat penyangga kaki di samping mereka yang menggunakan kursi roda. Sungguh pemandangan yang unik dan mengharukan.

Tiba-tiba ada seorang anak peserta lomba yang duduk di kursi roda tampak mendorong dengan sangat bersemangat. Tetapi, ia keluar dari jalur lintasan lomba dan tidak lama kemudian ia tersungkur menabrak pinggiran tribun. Karena tidak bisa bangkit untuk melanjutkan lomba, maka ia dengan keras berteriak minta tolong. Penonton pun menyaksikan apa yang terjadi di pentas lomba dengan harap cemas. Sementara panitia masih sibuk menyiapkan hadiah di garis finis. Apa yang terjadi selanjutnya? Tiba-tiba seorang anak cacat dengan kursi roda dan anak yang menderita down syndrome yang mendengar teriakan anak tadi, segera berlari menuju anak yang terjatuh tadi, menolongnya untuk bangkit duduk di kursi roda, dan bersama-sama menuju garis finis. Sesampai di garis finis mereka semua pun tertawa bahagia, karena bisa menolong temannya untuk sampai ke garis finis! Sebab tujuan utama mereka bukanlah menjadi juara pertama. Karena mereka mengira tujuan perlombaan adalah membuat setiap orang sampai ke garis finis. Demi mencapai tujuan itu dibutuhan bantuan atau kerjasama dari setiap peserta. Jika ada peserta yang tertinggal, maka peserta lain harus menolongnya!

Perlombaan di atas merupakan gambaran sikap mental positif yang seyogianya dimiliki oleh setiap profesional dan pekerja untuk meningkatkan kualitas hidup. Memang, disatu pihak, hidup adalah kompetisi dan perjuangan. Namun jika perjuangan dan kompetisi tidak disertai dengan hati nurani dan  nilai-nilai yang benar, maka perjalanan hidup menjadi tidak bermakna dan hanya berjalan sebagai rutinitas tanpa mampu menggores tinta emas dalam sejarah kehidupan.

Ketika mencermati arti sebuah tim kerja, maka kita menyadari bahwa yang paling utama adalah bagaimana bisa menyelesaikannya hingga tuntas di “garis finis” bukan berlomba-lomba untuk mencari kesempatan agar menjadi juara. Ketika menyadari bahwa instansi tempat kita bekerja adalah “sawah ladang” keluarga dan kehidupan pribadi, maka sudah seharusnya hal ini menjadi pemikiran dan perenungan untuk memajukan instansi tempat kita bekerja menjadi lebih baik, melalui perubahan sikap diri yang profesional. Berusaha mencapai garis finis sendirian justru mengindikasikan keinginan untuk mencapai kepentingan diri sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Tidak heran mereka yang memiliki mental demikian cendrung untuk “membiarkan” rekan kerjanya yang sedang menuju kegagalan dan bahkan malah membiarkannya, agar dirinya bisa mencapai “garis finis” sendiri terlebih dahulu. “Garis Finis” yang dimaksud disini mungkin bisa menyangkut jabatan, fasilitas, kesempatan, kekayaan maupun intervensi dalam mempengaruhi kebijakan.

Mereka yang berusaha mencapai “garis finis” sendirian cendrung buta untuk melihat kebenaran dan melakukan analisa. Kebutaan ini membuat seseorang bisa menari-nari di atas penderitaan orang lain. Mereka yang berusaha mencapai “garis finis” sendirian akan merasa tidak bersalah untuk menggelembungkan (mark-up) nilai nominal sebuah pekerjaan. Baginya, mengubah harga barang pada lembar kuitansi untuk memperoleh keuntungan lebih adalah perkara biasa yang dapat dimaklumi bersama. Ia juga tidak merasa bersalah apalagi berdosa ketika menerima uang perjalanan dinas sekalipun tenpa menjalaninya. Yang lebih menyedihkan lagi adalah saat mereka yang berusaha mencapai garis finis sendirian, merasa tenang-tenang saja meminta uang “mahar” sebagai pendahuluan kepada pihak ketiga (rekanan) sekalipun proyek belum jalan. Sungguh perbuatan-perbuatan di atas tidak mencerminkan integritas seorang individu.

Bekerja disuatu instansi tidaklah lama dan tanpa terasa masing-masing orang memasuki masa bebas tugas. Ketika masa bebas tugas datang dan bersiap untuk memasuki masa pensiun, maka perlahan tugas sehari-hari pun mulai berkurang, fasilitas mulai ditinggalkan, bahkan rekan-rekan pun mulai berkurang. Namun dari semua yang “ditinggalkan”, hanya kebiasaan dan moralitas yang terbentuk selama masa aktif bekerja yang tidak dapat ditinggalkan dan dikurangi ketika seorang mengakhiri masa kerjanya. Itulah sebabnya, ada banyak orang yang purnabakti mengalami kebingungan ketika menjalani aktivitas pensiunnya karena kebiasaan yang sudah terbentuk sejak masa kerja aktif. Instansi tempat kita bekerja adalah ibarat ”sawah dan ladang” yang semestinya dikelola bersama untuk kemakmuran setiap orang, bukan menjadi tempat untuk memanfaatkan “celah” demi menarik keuntungan bagi diri sendiri dengan prinsip pajan cit lom.

Pepatah China mengatakan, “jika engkau menginginkan kebahagiaan selama satu jam, tidurlah sebentar. Jika engkau menginginkan kebahagiaan selama satu hari, pergilah memancing. Jika engkau menginginkan kebahagiaan selama satu bulan, menikahlah. Jika engkau menginginkan kebahagiaan selama setahun, warisilah kekayaan dan jika ingin kebahagiaan seumur hidup, tolonglah orang lain.” Ayo kita memilih rekan yang tidak berlari sendiri mencapai finis. Ef

 

Referensi:

  1. Wayne Cordeiro. Saat Anda Lelah Memimpin.Rohani Andi. 2013;
  2. Adair J. Kepemimpinan Yang Memotivasi, Jakarta: PT. SUN. 2008;
  3. Madhi,Jamal. Menjadi Pemimpin Yang Efektif Dan Berpengaruh, Tinjauan Manajemen Kepemimpinan Islam. Bandung : PT Syamil Cipta Media. 2004.

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel